HIDUP YANG BEGITU INDAH BUKAN,, TERGANTUNG BAGAI MANA KITA MENYIKAPINYA,,,

" SELAMAT MEMBACA"

Minggu, 22 Mei 2011

pintaku,,

arusnya begitu menggganas..bergelombang lantunkan tarian badai di malam gulita,,,,, gejolak nya menjadi-jadi gambarkan anak singa di gua terkunci,,
meminta,, mengharap,, memohon,, celoteh hati tak kunjung henti,,,
,,,,,HADIRLAH,,NYATAMU BINGKISAN TERINDAH DALAM DUNIAKU,,,,,,

Selasa, 10 Mei 2011

ambil aja,,,


PERCOBAAN 1
HIGIENE PEKERJA


A.  Pendahuluan
Kebiasaan pribadi para pekerja dan konsumen dalam mengelola bahan pangan dapat merupakan sumber yang penting dari pencemaran sekunder. Pencemaran sekunder dapat terjadi pada beberapa tahapan setelah bahan pangan dipanen atau dipotong-selama pengolahan, penjualan, dan persiapan oleh konsumen. Pencucian yang bersih dan teratur serta desinfeksi atau sanitasi dari semua alat pengolahan sangat penting guna menurunkan tingkat pencemaran sekunder.
Beberapa peristiwa keracunan bahan pangan yang tercemar oleh Staphylococcus aureus telah diakibatkan oleh higiene yang buruk dari pengelola bahan pangan tersebut. Apabila memungkinkan pengelola bahan pangan harus memakai sarung tangan plastik yang telah steril. Luka–luka atau iritasi lainnya pada kulit adalah tempat yang baik bagi sejumlah besar Staphylococcus aureus, oleh karenanya harus ditutup.  Batuk atau bersin disekitar bahan pangan sebaiknya dihindarkan dan tangan harus dihindarkan dari muka dan hidung                       (Buckle et al., 1987).
Higiene pekerja menunjukkan kebersihan dari tubuh yang erat kaitannya dengan kesehatan pekerja itu sendiri. Kesehatan pekerja berperan sangat penting pada sanitasi industri. Diketahui setiap pekerja adalah sumber potensi yang menyebabkan kontaminasi mikrobia, sebagai sarana penyebab penularan penyakit dan keracunan.   
Pada tubuh manusia ada bagian-bagian penting dalam hubungan dengan sumber potensi mikroorganisme yang dapat menyebabkan kontaminasi.  Bagian – bagian yang dimaksud adalah kulit, rambut, kuku, mulut, hidung, saluran pencernaan dan organ eksresi terutama tangan. 
Habitat primer dari Staphylococcus aureus adalah membran mukosa pada hidung dan kulit manusia, terutama tangan. Tangan adalah tempat penyebaran utama bakteri dari satu banda atau makanan ke benda atau makanan lain. Tangan yang sudah digunakan untuk menyentuh benda, akan mengandung berbagai jenis bakteri. Pambayun et al. (2001) menyatakan bahwa ada perbedaan tentang muatan jenis bakteri antara tangan kanan dan tangan kiri.  Tangan kanan lebih sering menyebabkan kontaminan untuk genus Salmonella, seperti Salmonella thypi yaitu bakteri penyebab penyakit tipus.  Sedangkan tangan kiri kemungkinan besar lebih sering mengandung genus Staphylococcus, yaitu bakteri yang dapat menyebabkan keracunan pada makanan yang terkontaminasi.  Oleh karena itu, tangan kiri sering disebut sebagai pemindah Staphylococcus dari manusia ke makanan.
Staphylococcus adalah bakteri Gram positif, tidak berspora, bersifat katalase positif, yang dapat tersusun secara tunggal, berpasangan, tetrad atau kelompok kecil. Sedangkan Salmonella adalah bakteri Gram negatif, tidak berspora dan berbentuk batang kecil. Bakteri ini mampu tumbuh secara aerobik dan anaerobik (fakultatif anaerobik) pada beraneka macam karbohidrat. Bakteri ini umumnya dapat diisolasi dari tanah dan air, karenanya sering mencemarkan bahan pangan segar.  Bakteri ini penting bagi kesehatan masyarakat karena menimbulkan wabah penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan yang cukup serius (Pelczar et al., 1986).
Higiene pekerja merupakan hal penting dalam industri pangan, sehingga harus dipelihara sedemikian rupa sehingga setiap pekerja dapat bekerja secara efisien dan efektif.  Tidak hanya kondisi kesehatan yang berhubungan langsung dengan tubuh pekerja, tetapi juga menyangkut perilaku pekerja selama proses pengolahan berlangsung, sehingga dapat mencegah kontaminasi terhadap produk pangan itu sendiri.

 

B.  Tujuan Praktikum


            Tujuan dari praktikum ini adalah :
1.   Mengetahui jumlah populasi mikrobia yang terkandung pada tangan (tangan kanan dan tangan kiri) sebagai bagian dari tubuh manusia yang umumnya berhubungan langsung dengan proses pengolahan di industri pangan.
2.   Mengetahui bahan pencuci tangan yang efektif yang dapat mengurangi kandungan mikrobia pada tangan.

 

C.  Bahan dan Alat


            Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah : 1) air sirih, 2) air biasa (PDAM),   3) air hangat,  4) sabun mandi antiseptik, 5) sabun mandi biasa  6) sabun cair,  7) pembersih tangan antiseptik, 8) alkohol 70%, dan 9) media PDA (Potato Detrosa Agar).
            Alat yang digunakan adalah : 1) cawan Petri (dua buah untuk tiap kelompok, satu untuk tangan kanan dan satu untuk tangan kiri) 2) inkubator/inkas 3) autoklaf, 4) wrapping film dan 5) kain lap bersih.

D.  Cara Kerja


            Cara kerja pada praktikum ini adalah :
1.   Disiapkan seorang mahasiswa dari masing-masing kelompok sebagai sampel, dimana mahasiswa tersebut telah melakukan berbagai aktivitas.
2.   Kedua tangan sampel dicuci dengan menggunakan bahan-bahan pencuci tangan yang menjadi perlakuan untuk masing-masing kelompok.
3.   Tangan yang telah dicuci selanjutnya dilap dengan menggunakan kain lap bersih yang telah disiapkan, sampai kering.
4.   Jempol dari kedua tangan sampel (tangan kanan dan tangan kiri), masing-masing ditempelkan di dalam cawan Petri yang telah berisi media PDA (Potato Detrosa Agar).
5.   Cawan Petri tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu ± 35oC di dalam inkas.
6.   Diamati jumlah koloni mikrobia yang tunbuh pada cawan Petri (secara visual).
7.   Hasil yang diperoleh, dimasukkan ke dalam tabel yang tersedia dengan memberi tanda :          +          :  sedikit (jumlah koloni < 30)
                    ++   :  banyak (jumlah koloni 30-300)
                    +++ :  banyak sekali (jumlah koloni > 300)
8)   Contoh tabel dapat dilihat seperti di bawah ini :




A. Tabel untuk jumlah mikrobia pada tangan kanan

Bahan Pencuci Tangan
Jumlah Koloni
Warna Koloni
Bentuk Koloni
  1. Air sirih
  2. Air biasa
  3. Air hangat
  4. Sabun mandi antiseptik
  5. Sabun mandi biasa
  6. Antiseptik
  7. Antiseptik
  8. Alkohol 70%



 

B.  Tabel untuk jumlah mikrobia pada tangan kiri

Bahan Pencuci Tangan
Jumlah Koloni
Warna Koloni
Bentuk Koloni
  1. Air sirih
  2. Air biasa
  3. Air hangat
  4. Sabun mandi antiseptik
  5. Sabun mandi biasa
  6. Antiseptik
  7. Antiseptik
  8. Alkohol 70%






PERCOBAAN 2

HIGIENE PERALATAN


A.  Pendahuluan


            Kebanyakan bahan yang akan diolah mempunyai sifat mudah rusak dan harus diproteksi dari kontaminasi mikroorganisme jika kualitas yang baik akan dipertahankan. Kontaminasi bahan akibat mikroorganisme segera terjadi pada peralatan yang kotor terutama jika terjadi dekomposisi serpihan bahan yang melekat pada peralatan. Hal ini dapat dihilangkan dengan pembersihan. Kebersihan dapat dipertimbangkan atas dasar kebersihan fisis, kebersihan khemis dan kebersihan mikribiologis.
Kebersihan fisis dapat berarti tidak terdapat tanda-tanda asing yang dapat dilihat mata seperti bahan sisa, debu dan lumpur, kebersihan khemis dapat diartikan bebas dari zat-zat kimia yang tidak dikehendaki. Kontaminasi zat kimia dapat terjadi dari komponen pembersih dan sisa germisida yang tertinggal pada permukaan peralatan pada waktu pencucian, kebersihan mikrobiologis adalah bebasnya semua lini proses dari mikrobia pembusuk ataupun golongan mikrobia patogen     (Pambayun et al., 2001).
Bahan pangan dapat tercemar oleh mikroorganisme sebelum dipanen atau dipotong (pencemaran primer) atau selanjutnya sesudah panen dipotong (pencemaran sekunder). Pencemaran sekunder  dapat terjadi pada beberapa tahapan setelah bahan pangan dipanen/dipotong sebelum pengolahan, penjualan dan persiapan oleh konsumen. Pencucian yang bersih dan teratur serta disinfeksi atau sanitasi dari semua alat pengolahan dan permukaan yang berhubungan dengan bahan pangan sangat penting guna menentukan tingkat pencemaran sekunder (Buckle et al., 1987).
Pencemaran sekunder dapat dihindari dengan berbagai cara antara lain:
1.      Makanan yang akan diberikan pada ternak dan unggas harus dipasteriusasi dulu sehingga bebas dari Salmonella.
2.      Peternakan yang terlalu padat ternaknya dan pengankutan yang terlalu penuh sesak perlu dihindari karena tekanan ini dapat mengakibatkan penyebarab penyakit melalui ternak tersebut.
3.      Tanaman seharusnya tidak dipupuk dengan kotoran manusia atau tidak disiram dengan air yang tercemar.
4.      Kerang-kerang seharusnya tidak dikembangkan atau dipanen dari air buangan yang tercemar.
Mesin dan peralatan pengolahan sangat menentukan efektivitas dan efesiensi serta kualitas produk yang dihasilkan.  Untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan, salah satunya dengan menjaga kebersihan mesin dan peralatan pengolahan.  Pembersihan peralatan juga merupakan kegiatan yang sangat penting untuk merawat peralatan dan mencegah kontaminasi pada produk yang dihasilkan.  Pembersihan yang dilakukan menggunakan berbagai metode dan jenis bahan.
            Pembersihan yang efektif merupakan inti dari sanitasi dalam industri hasil pertanian, sebagai faktor yang menentukan kualitas produk yang diproses ditentukan dari kebersihan lingkungan dimana produk diproses.
Pembersihan kontinyu adalah pembersihan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi dan akumulasi padatan pada bagian-bagian peralatan yang dapat mengkontaminasi produk atas menghambat  jalannya proses operasi. Peralatan yang digunakan untuk pembersihan ini sebaiknya menjadi tanggung jawab pekerja terutama penempatannya. Hal yang perlu diperhatikan sebagai penunjang adalah pencegahan yang cukup diruang atau bagian yang akan dibersihkan agar pembersihan dapat dikerjakan dengan lancer dan berhasil baik. Bahan dan peralatan yang digunakan untuk pembersihan meliputi air pembersih, sikat dan sapu, spon atau busa, peralatan  yang bertekanan tinggi  dan steam bertekanan tinggi.
            Media utama pembersih adalah air.  Didalam penggunaannya sebagai media utama pembersih, air juga perlu ditambahkan bahan kimia yang juga mempunyai fungsi sebagai pembersih.  Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan air dalam membersihkan suatu peralatan yang digunakan pada proses pengolahan.  Air harus tersedia dengan cukup dan memenuhi persyaratan untuk pembersih. Sumber air hendaknya tidak jauh dari lokasi yang dipersihkan sehingga efisiensi kerja dapat dicapai.
Selain air, terdapat beberapa alat dan bahan yang membantu proses pembersihan peralatan, seperti sikat, spon, dan detergen.  Pambayun et al.  2001 menyatakan bahwa sikat harus disesuaikan dengan permukaan yang akan dibersihkan, sehingga tidak menyebabkan goresan pada alat yang dibersihkan. Spon digunakan untuk membersihkan permukaan peralatan yang dibuat dari logam, biasanya dibantu dengan bahan detergen. Detergen adalah bahan kimia yang dapat membantu mengefektifkan air dalam proses pembersihan kotoran dari bahan orgaik maupun  an-orgaik.


B.  Tujuan

            Tujuan dari praktikum higiene peralatan ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai jenis bahan pencuci yang diberikan terhadap peralatan sebagai bagian penting pada proses pengolahan.

C.  Bahan dan Alat

            Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah : 1) telur ayam, 2) minyak goreng, 3) susu kental manis saset, 4) tapioka, 5) air panas, 6) air biasa (PDAM),     7) deterjen bubuk, 8) deterjen cair, 9) sabun  colek, 10) sabun cair, 11) sabun batangan, dan 12)
            Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah : 1) botol transparan (botol kaca) yang telah dibersihkan, 2) alat pemanas, 3) plastik penutup dan 4) karet untuk mengikat.

D.  Cara Kerja

            Cara kerja yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
a. Hari Pertama
1.  Disiapkan empat botol transparan yang telah dibersihkan oleh masing-masing kelompok.
2.  Setiap botol diisi dengan bahan sesuai dengan perlakuan, yaitu :
     A     = susu kental manis dan minyak goreng dicampur, kemudian dimasukkan ke dalam botol lalu digojog. Setelah itu dipanaskan dengan menggunakan alat pemanas (kompor) selama 15 menit dan di beri label A.
     B     =  satu butir telur ayam dikocok, lalu dimasukkan ke dalam botol kemudian digojog.  Botol tersebut diberi label B.
     C     =  satu butir telur ayam dikocok, lalu dimasukkan ke dalam botol kemudian digojog.  Botol tersebut kemudian di panaskan dengan menggunakan alat pemanas (kompor) selama 15 menit, dan diberi label C.
     D     =  satu sendok tapioka dilarutkan dalam 50 ml air, kemudian dimasukkan ke dalam botol dan digojog, lalu dipanaskan dengan menggunakan alat pemanas (kompor) selama 15 menit.  Botol tersebut diberi label D.
3.  Masing-masing botol yang telah diisi dengan bahan sesuai dengan perlakuan, ditutup dengan menggunakan plastik dan diikat dengan karet.
4.  Boto-botol tersebut disimpan selama 24 jam pada suhu ruang.
b.  Hari Kedua
1.  Masing-masing botol yang telah disimpan selama 24 jam, dicuci dengan menggunakan bahan pembersih yang telah ditentukan untuk masing-masing kelompok.  Misalnya, kelompok 1 mencuci keempat botol mereka yang berisi perlakuan yang berbeda-beda dengan menggunakan air panas, sedangkan kelompok 2 mencuci dengan menggunakan air biasa tanpa bahan pembersih kimia, dan bahan-bahan pembersih lainnya untuk kelompok-kelompok yang lain.
     Pencucian dilakukan dengan penggojogan botol selama ± 2 menit.
     * Bahan-bahan pembersih kimia yang digunakan seperti deterjen, sabun colek dan sabun cair, harus ditambahkan air didalam penggunaannya.
2.  Air bekas pencucian botol tersebut dibuang.  Untuk botol-botol yang dicuci dengan bahan pembersih kimia, setelah dicuci botol tersebut dibilas dengan air biasa untuk membesihkan sisa dari bahan pembersih kimia tersebut.
3.  Diamati tingkat kebersihan pada setiap botol yang telah dicuci dengan bahan pencuci yang berbeda (secara visual).
4.  Hasil yang diperoleh, diisikan pada tabel yang tersedia.  Contoh tabel dapat dilihat seperti di bawah ini :
Tabel Pengamatan

Klpk
Bahan pembersih yang digunakan
Botol A
Botol B
Botol C
Botol D
1
2
3
4
5
6
7
8
Air panas
Air biasa
Deterjen bubuk
Deterjen cair
Sabun colek
Sabun cair
Sabun batangan





Keterangan pengisian tabel :
Kolom 3, 4, 5 dan 6 diisi berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh masing-masing kelompok.  Apabila botol tersebut belum bersih, maka dituliskan pada tabel apakah masih terdapat sisa dari bahan yang melekat pada botol yang digunakan sebagai pengisi botol (misal : sisa telur), atau masih terdapat minyak atau lemak, atau warna botol menjadi buram, atau botol menjadi bau, atau masih terdapat sisa bahan pembersih yang digunakan, dan sebagainya.  Apabila botol benar-benar bersih (kondisi botol sama seperti sebelum digunakan), maka  ditulis “bersih” pada tabel.
Materi praktikum higiene peralatan ini dapat dilanjutkan dengan penghitungan mikrobia dengan menggunakan hemasitometer.  Prosedur perhitungan dengan menggunakan hemasitometer dapat dilihat pada uraian di bawah ini :
Perhitungan Mikrobia dengan Hemasitometer (Lanjutan Percobaan 2)


            Laboratorium sebagaimana halnya lingkungan-lingkungan lain, dihuni oleh banyak mikroorganisme yang tersuspensi di udara atau mengendap bersama di dalam berbagai macam permukaan (pakaian, meja, lantai dan benda-benda lainnya).  Ukuran sel mikrobia yang demikian kecil dan ringan menyebabkan mudah terhembus oleh aliran udara atau pada partikel dan debu.
A.  Bahan                :  agar-agar, botol hasil percobaan 2
B.  Alat                    :  cawan Petri, hemasitometer
C. Cara Kerja        :
a.       Dihitung mikrobia pada botol dengan menggunakan hemasitometer (penggunaan hemasitometer dapat dilihat pada prosedur di bawah ini).
b.      Prosedur penggunaan hemasitometer :
1.      Dibersihkan permukaan hitung hemasitometer dengan secarik kertas lensa yang telah dibasahi dengan setetes air suling.  Kemudian dibersihkan juga kaca tutup hemasitometer sampai tidak lagi tertinggal sisa-sisa minyak pada permukaannya.
2.      Dietakkan kaca tutup hemasitometer di atas permukaan hitung hemasitometer.
3.      Suspensi sel khamir yang telah disediakan, dikocok baik-baik (jagalah agar sumbat tabung tidak terbasahi), dan dengan menggunakan pipet Pasteur diambil suspensi sebanyak 0,1 sampai 0,5 ml.  Pengambilan suspensi dengan pipet Pasteur dapat dilakukan dengan cara memasukkan pipet tersebut ke dalam tabung suspensi lalu menutup lubang pangkal pipet dengan telunjuk anda.
4.      Dengan cermat ujung pipet Pasteur anda ditaruh pada lekukan berbentuk V pada tepi kaca tutup hemasitometer dan biarlah ruang hemasitometer terpenuhisecara kapiler.  Perhatian : gunakanlah telunjuk anda untuk mengatur aliran suspensi untuk mencegah terbanjirinya bagian bawah kaca tutup oleh aliran yang berlebih.  Usahakanlah agar tidak ada cairan masuk diantara kaca tutup dan penyangga kaca tutup karena hal tersebut akan menambah kedalaman cairan di bawah kaca tutup yang sebenarnya harus berukuran tepat 0,1 mm.  Bila sampai terjadi hal demikian, maka seluruh prosedur harus diulang kembali dari awal.
5.      Hemasitometer diletakkan di atas pentas mikroskop dengan hati-hati.  Kemudian diamati dengan obyektif berkekuatan rendah dan hitunglah jumlah sel yang terdapat pada 80 buah kotak kecil yang terletak di dalam kotak bagian tengah yang berukuran 1 mm2 itu.
6.      Cara menghitung keseluruhnya ada 9 area, masing-masing berukuran          1 mm2.  Kotak yang di tengah (kesemua isinya dibatasi dengan garis triple) juga berukuran 1 mm2 dan dibagi menjadi 25 kotak besar, setiap kotak besar ini dibagi lagi menjadi 16 kotak.  Dengan demikian dalam kotak tengah tersebut seluruhnya terdapat 400 kotak kecil      (25 x 16).
7.      Contoh perhitungan  :  andaikanlah menurut pengamatan anda terdapat 500 sel khamir di dalam 80 kotak kecil.  Maka jumlah sel khamir yan terdapat di dalam mili suspensi asal dapat dihitung dengan cara berikut :
a) 80 kotak kecil mempunyai luas 0,2 mm2.  Jadi di dalam setiap milimeter persegi terdapat 500 x 5 atau 2500 sel.
b) Kedalaman cairan di bawah hemasitometer ialah 0,1 mm maka volume cairan yang tercangkup oleh kotak berukuran 1 mm2 ialah 0,1 mm3.  Artinya terdapat 2500/0,1 mm3 atau 25.000/mm3.
c) 1 mm = 1 cm3 atau 1000 mm3.  Maka jumlah sel khamir yang terdapat di dalam suspensi asal ialah 2,5 x 107 sel/ml.












PERCOBAAN 3
HIGIENE DAN SANITASI PROSES PENGOLAHAN


A.  Pendahuluan

            Dalam pengolahan bahan pangan dibutuhkan adanya higiene dan sanitasi yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas produk pangan yang dihasilkan.  Proses pengolahan pangan melibatkan manusia, bahan baku dan peralatan.  Hal tersebut harus terpelihara sanitasinya, baik dari preparasi, proses pengolahan, produk akhir sampai pada proses penyimpanan, sehingga mutu dari produk pangan tersebut dapat dipertahankan.

B.  Tujuan


            Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari proses pengolahan (preparasi sampai pada penyimpanan) terhadap mutu produk pangan yang dihasilkan.

C.  Bahan dan Alat


            Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah : 1) delapan ekor ikan air tawar ukuran sedang, 2) air dan 3) plastik pengemas.
            Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah : 1) pisau, 2) waskom,          3) panci, 4) damparan dan 5) dandang.

D.  Cara Kerja


            Cara kerja yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1.   Delapan ekor ikan air tawar yang telah disiapkan oleh masing-masing kelompok, diberi perlakuan masing-masing sebagai berikut :
      a.  Dua ikan tidak disiangi dan tidak dicuci (utuh) (A).
      b.  Dua ikan tidak disiangi tetapi dicuci (utuh) (B).
      c.  Dua ikan disiangi dan dicuci (bersih tanpa jeroan) (C).
      d.  Dua ikan disiangi tetapi tidak dicuci (D).
2.   Pengukusan dilakukan pada masing-masing ikan yang telah mengalami perlakuan berbeda selama t menit (waktu pengukusan berbeda untuk masing-masing kelompok), misal : kelompok 1 tanpa pengukusan, kelompok 2 melakukan pengukusan selama 5 menit, dan seterusnya.
3.   Pada masing-masing perlakuan dilakukan pengemasan, yaitu dari dua ikan : satu ikan dikemas dengan menggunakan plastik, satunya lagi tidak dikemas.
4.   Dilakukan penyimpanan selama satu hari (24 jam).
5.   Dilakukan pengamatan secara visual meliputi tekstur ikan, penampakan dan aroma.  Hasil pengamatan diisikan pada tabel sebagai berikut :
      Tabel hasil pengamatan
             









PERCOBAAN 4
SANITASI AIR

A.  Pendahuluan
Hubungannya dengan sanitasi, yang paling mempengaruhi sifat saniter suatu industri pengolahan hasil pertanian adalah air. Dalam industri, air digunakan untuk media pengemasan, pencucian, proses pengolahan, dan pengisian boiler. Dalam industri pangan atau hasil pertanian, air harus mempunyai syarat – syarat tertentu sesuai dengan tujuan penggunaannya. Penyediaan air yang memenuhi syarat dalam jumlah yang cukup adalah sangat penting. Untuk itu, air dari sumbernya harus diperlakukan (treatment) melalui beberapa tahap perlakuan terlebih dahulu sebelum digunakan.
Sumber air dialam dapat dikategorikan menjadi 3 macam yaitu: air hujan, air permukaan dan air tanah. Ketiga sumber air tersebut merupakan mata rantai yang tidak terputus – putus sehingga merupakan suatu siklus yang dikenal sebagai siklus hidrologi. Air hujan berasal dari air permukaan yang menguap karena panas dan mengembara di udara, kemudian mengalami presipitasi dan kondensasi akhirnya jatuh sebagai air hujan. Sumber air permukaan dapat berupa sungai, danau, empang, mata air dan saluran irigasi. Air tanah merupakan sumber air yang banyak digunakan untuk industri sebagai bahan bantu dan industri air minum sebagai bahan utama. Yang termasuk air tanah adalah: air sumur baik sumur gali, sumur pompa dangkal maupun sumur pompa dalam dan air dari mata air (Pambayun et al., 2001).
Kesadahan air dapat dibagi atas kesadahan sementara dan kesadahan tetap. Kesadahan sementara disebut juga kesadahan karbonat, terutama disebabkan oleh kalsium dan magnesium karbonat dan bikarbonat. Jenis kesadahan sementara dapat dihilangkan dengan cara pemanasan. Kesadahan tetap disebut juga kesadahan non karbonat, tidak dapat dihilangkan dengan jalan pemanasan. Kesadahan tetap disebabkan oleh garam kalsium sulfat, kalsium klorida, magnesium sufat dan magnesium klorida (Syarief, 1986)
Berdasarkan pada kandungan garam kalsium karbonatnya, derajat kesadahan air dapat dibedakan menjadi 4 kategori yaitu: air lunak, air sedang, air sadah dan air sangat sadah (Pambayun et al., 2001). Air lunak dengan kesadahan kurang dari 50 ppm CaCO3 bersifat korosif (karat). Air yang mempunyai kesadahan lebih tinggi dari 80 ppm CaCO3 memerlukan banyak sabun bila digunakan untuk mencuci. Air yang dianggap baik yaitu bila nilai kesadahannya berkisar antara 50 – 80 ppm         (Syarief, 1986).
Pada proses pengolahan bahan makanan, air yang digunakan memerlukan persyaratan kebersihan yang tinggi. Untuk keperluan pengolahan bahan makanan ini persyaratan air sama dengan persyaratan air minum yaitu tidak mengandung mikrobia penyebab sakit perut atau penyakit lain (patogen) tanpa rasa, bau yang tidak dikehendaki dan tidak berwarna. Syarat mutu air minum yang ditetapkan oleh  The United States Publich Health Service misalnya adalah : Sifat fisis, yaitu kekeruhan kurang dari 10 ppm standar silika terlarut. Warna kuning dari warna ekivalen dari 20
ppm standar warna kobalt. Bebas dari rasa dan bau yang tidak dikehendaki.Sifat kimia, yaitu ditentukan dari sifat kesadahan air menurut standar unit ppm CaCO3. Kandungan Mikrobiologis, yaitu ditentukan dengan Standar penentuan jumlah koliform (termasuk Escherichia coli dan Aerobacter) (Sudarmadji et al., 2001).
            Kandungan mikrobiologis air ditentukan dengan standar penentuan jumlah koliform yaitu jenis bakteri yang menunjukkan adanya pencemaran kotoran manusia atau hewan pada air. Meskipun tidak berbahaya, organisme non patogen sering menimbulkan kerugian misalnya : menimbulkan rasa dan bau yang mengganggu, menimbulkan lendir pada pipa air,
Echerichia coli umumnya diketahui secara normal terdapat dalam alat pencernaan manusia dan hewan. Escherichia coli yang dapat menyebabkan penyakit diare pada manusia disebut Enteropatogenik Escherichia coli (EEC). Infeksi Enteropatogenik Escherichia coli dibagi dalam 2 golongan. Golongan pertama, Escherichia coli memproduksi suatu eneterotoksin dalam usus kecil dan menyebabkan penyakit. Waktu inkubasinya adalah sekitar 8 – 24 jam dengan gejala-gejala penyakit diare, muntah-muntah dan dehidrasi serupa dengan penyakit kolera.
Golongan yang kedua Escherichia coli menyebabkan penyakit infasiv, colitis atau gejala seperti disentri. Waktu inkubasinya adalah sekitar 8 – 44 jam (rata – rata 26 jam) dengan gejala-gejala demam, dingin, sakit kepala, kejang perut dan diare berair. Dosis infeksi Enteropatogenik  Escherichia coli dibutuhkan dalam jumlah yang besar (sekitar 108 - 1010 sel) untuk dapat menimbulkan enterotoksigenik atau infasiv, dengan suhu optimum pertumbuhannya adalah 37 oC, dengan kisaran untuk suhu tumbuh adalah sebesar 10 – 40 oC. Nilai pH optimumnya adalah sebesar 7 – 7,5. Sedangkan pH minimumnya adalah sebesar 4,0 dan pH maximum pada 8,5. Escherichia coli ini relatif pekat terhadap panas dan dapat segera dihancurkan pada suhu pasteurisasi dan dengan pemasakan yang tepat. Air minum dapat disterilkan dengan melalui proses dikhlorinasi (Winarno, 1983).
Standar yang ditentukan untuk air yang dikumpulkan dari sistem distribusi adalah :
a.    Sepanjang tahun, 95% dari contoh tidak boleh mengandung koliform apapun  dalam 100 ml air.
b.    Tidak boleh ada contoh yang mengandung Escherichia coli dalam 100 ml air.
c.    Tidak boleh ada contoh yang mengandung lebih dari 10 organisme koliform per 100 ml air.
d.   Tidak boleh ditemukan organisme koliform dalam 100 ml dari dua contoh berturut – turut.
Jika ditemukan organisme koliform setidak – tidaknya harus diadakan pengambilan contoh lagi. Ditemukannya lebih dari sekali sebanyak 1 sampai 10 organisme koliform dalam 100 ml atau ditemukannya jumlah yang lebih tinggi dalam suatu contoh menandakan bahwa bahan yang tidak diinginkan telah masuk ke dalam air dan harus diambil tindakan segera untuk menghilangkannya (Buckle et al., 1987).

B.  Tujuan
Tujuan dari praktikum higiene air ini adalah untuk mengetahui efektifitas alat saring pada berbagai jenis air yang disaring terhadap nilai kesadahan, pH, dan kebeningan serta mengetahui nilai BOD air dari berbagai sumber beserta jumlah kandungan Escherichia coli.



C.  Bahan dan Alat
Bahan – bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah: 1) air sungai (sungai Musi), 2) air rawa, 3) air sumur, 4) air sumur bor, 5) air PDAM, 6) air galon isi ulang, 7) air galon ber-merk, 8) air dari mata air, 9) larutan buffer, 10) indikator amilum, 11) NH4Cl, 12) air destilat, 13) NH4OH pekat 28 %, 14) hidroksilamin, 15) larutan standar CaCl2, 16) Indikator EBT, 17) larutan HCl, 18) CaCO3, 19) larutan EDTA, 20) larutan Na2H2EDTA, 21) larutan MgCl2.6H2O, 22) Na2S2O3, 23) H2SO4 pekat, 24) larutan MnSO4, 25) larutan NaOH,   26) alkohol, dan 27) VRBA.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah: 1) alat titrasi, 2) Erlenmeyer, 3) pasir, 4) kerikil, 5) ijuk, 6) ember penyaring, 7) botol, 8) penutup botol, 9) gelas Beaker, 10) pipet tetes, 11) cawan Petri, 12) gelas ukur, 13) corong, 14) membran penyaring, 15) vakum sistem, 16) pipet volume, 17) pipet ukur,         18) bunsen, 19) jarum ose, dan 20) pH meter.

D.       Cara Kerja
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah :
1.    Dibuat alat penyaring sesuai petunjuk
2.    Sampel air yang disaring dan hasil saringan ditampung di dalam gelas Beaker
3.    Dilakukan pengamatan terhadap air hasil saringan yaitu:
a.  Kesadahan
v Disiapkan larutan buffer, indikator, larutan EDTA, larutan standar. Larutan buffer dibuat dengan cara melarutkan 67,5 NH4Cl di dalam 200 ml air destilat. Kemudian ditambah 570 ml NH4OH pekat 28%, 0,2 g hidroksilamin, dan diencerkan sampai 1 liter. Larutan ini mempunyai pH 10. larutan standar CaCl2 dibuat dengan melarutkan 1000 mg CaCO3 di dalam HCl encer sampai 1 liter. Indikator yang digunakan adalah EBT yang dibuat dengan cara melarutkan 0,5 g EBT dan 4,5 g hodroxilamin hidrochlorida di dalam 100 ml alkohol. Larutan EDTA dibuat dengan melarutkan 4 g dinatrium dihidrogen EDTA (Na2H2EDTA) dan 0,1 g MgCl2.6H2O di dalam air destilat sampai 1 liter dimana setiap liter larutan ini sebanding dengan 1000 mg CaCO3.
v Diambil 50 ml sampel ditambah 1 ml (20 tetes) larutan buffer, dikocok dan ditambah 4 tetes indikator EBT.
v Sampel dititrasi dengan larutan EDTA sehingga warna merah berubah menjadi biru. Sebagai warna standar digunakan 50 ml air destilat ditambah 1 ml buffer dan 4 tetes indikator EBT.
v Diambil 100 ml sampel kemudian dipanaskan. 50 ml sampel yang telah dipanaskan selanjutnya diberi perlakuan sama seperti perlakuan di atas.
     Total kesadahan (ppm) =
b.  pH
v  Metode yang digunakan menggunakan pH meter
c.  Tingkat kebeningan
v  Dilakukan pengamatan secara visual terhadap air yang berada di dalam gelas Beaker.
d. BOD (Biological Oxygen Demand)
Metode yang digunakan adalah metode sederhana dengan cara sebagai berikut :

v  Persiapan dan inkubasi sampel
Saring contoh melalui alat penyaring untuk menghilangkan komponen – komponen kasar dari bahan yang tersuspensi. Untuk setiap kelompok disediakan botol – botol BOD dengan kapasitas 150 ml. Setiap botol diberi label 1/100, 1/50, 1/33 dan B (blanko). Buat pengenceran – pengenceran 1/100, 1/50 dan 1/33 dengan menambahkan 3,6 dan 9 ml larutan sampel ke dalam botol yang sesuai. Isi setiap botol dengan air sehingga mencapai 150 ml. Ke dalam botol dengan label B hanya ditambah air saja. Botol-botol yang sudah terisi harus bebas dari gelembung udara. Setelah botol ditutup, lalu diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20 oC.
v  Pengukuran sisa oksigen
Ø Tutup botol dibuka dan sampel 1/33 dan blanko dituangkan ke dalam Erlenmeyer sebanyak 250 ml.
Ø Ditambahkan 2 ml MnSO4, diaduk dengan menggunakan spatula hingga homogen.
Ø Ditambahkan 2 ml NaOH, dibiarkan kira – kira 5 menit sampai ada endapan.
Ø Diambil bagian permukaan sampel (usahakan jangan sampai terikut endapannya) dengan menggunakan pipet volume sebanyak 50 ml dan dimasukkan ke Erlenmeyer yang kedua.
Ø Ditambahkan larutan H2SO4 pekat, diamkan sekitar 10 menit.
Ø Ditambahkan indikator amilum sebanyak 6 tetes, dititrasi dengan Na2S2O3 hingga tidak berwarna.
Ø Setelah dititrasi, dicatat jumlah thiosulfat yang digunakan sebagai jumlah sisa oksigen dalam botol.
Ø Dihitung BOD dari setiap pengenceran yang berbeda.
            BOD =   {ppm sisa dari botol B (ml thiosulfat) – ppm sisa oksigen dari contoh yang diencerkan (ml thiosulfat)} x pengenceran.
Catatan:
Hitung BOD hanya dari pengenceran yang mengalami reduksi paling sedikit 2 ppm sisa oksigen yang diperoleh dengan cara membandingkan dengan blanko air dan didalamnya paling sedikit terdapat 1 ppm. Nilai BOD yang terletak diantara batas – batas ini dapat diratakan untuk menentukan BOD dari contoh asal.
e.  Menghitung total Escherichia coli
v  Sampel disaring dengan menggunakan alat penyaring yang telah dibuat.
v Peralatan penyaring membran dipasang yang terdiri dari corong, membran penyaring dan penampung yang telah disterilkan lebih dahulu dan dihubungkan dengan vakum sistem.
v Dimasukkan 100 ml cuplikan contoh atau sejumlah yang diperlukan ke dalam corong dari alat penyaring dengan menggunakan pipet atau gelas ukur steril.
v Dipergunakan vakum untuk menyaring cuplikan melalui membran dan cuplikan disaring seluruhnya.
v Seluruh permukaan dalam corong penyaring dibilas dengan air pengencer atau air suling yang jumlah cuplikan yang disaring dan cairan pembilas disaring.
v  Sesudah pembilasan selesai, vakum dihentikan.
v Peralatan penyaring dibuka kembali dan dengan pinset yang steril membran penyaring diangkat dari alat penyaring.
v Membran penyaring diletakkan di atas perbenihan VRBA dalam cawan petri.
v Cawan diinkubasikan dengan posisi terbalik pada suhu kamar selama 48 jam.
v Dihitung koloni yang berwarna merah gelap yang berukuran 0,5 mm atau lebih pada membran yang menyatakan banyaknya koloni dalam 100 ml sampel

E. Pengamatan
            Hasil pengamatan yang dilakukan disajikan pada tabel yang telah disediakan seperti di bawah ini.
Tabel 1. Data Pengamatan Higiene Air Berdasarkan pH, Tingkat Kebeningan, Total E.coli, Kesadahan

No.
Sampel
pH
Tingkat Kebeningan
Total E.coli
(koloni)
Kesadahan
Dengan Pemanasan
Tanpa Pemanasan
1






2






3






4






5






6






7






8







Tabel 2. Data Pengamatan Nilai BOD pada Air
No.
Sampel
Blanko (ppm)
Sampel (ppm)
BOD (ppm)
1




2




3




4




5




6




7




8





Keterangan:  N EDTA = 0,0215











PERCOBAAN 5
HACCP
A.   Pendahuluan
            Kemajuan teknologi yang semakin cepat mendorong masyarakat bergerak dengan cepat untuk menyelesaikan masalah yang terjadi, khususnya pada produk pangan. Masalah yang timbul dalam tantangan era teknologi adalah bagaimana memperoleh produk pertanian yang secara ekonomis layak, secara teknis mungkin diproduksi, secara sosial diingini oleh konsumen, dan secara ekologis sehat tanpa menimbulkan pencemaran lingkungan (Suharto, 1998).
            Masalah keracunan makanan tampaknya sudah langganan di Indonesia. Hampir setiap tahun kasus keracunan selalu ada dan angka kejadiannya pun cukup tinggi. Berdasarkan hasil pengujian leboratorium Badan POM sebagian besar kasus keracunan makanan akibat makanan telah terkontaminasi mikroba patogen Staphyllococcus areus (LIPI, 2004). Hal ini mengindikasikan adanya kasus keracunan makanan, semua bersumber pada pengolahan makanan yang tidak higienis.
Isu keamanan pangan (Food safety) merupakan isu yang kompleks meliputin dunia kesehatan, produsen pangan, instansi terkait dan konsumen pangan guna mencukupi kebutuhan kalori dan protein (Suharto, 1998). Isu keamanan pangan ini menuntut para ahli di bidang pangan untuk mengadakan teknik evaluasi letak kelemahan khususnya dalam bidang Quality Assurance (Jaminan Mutu). Salah satu teknik yang perlu di pertimbangkan adalah dengan menggunakan prinsip “Hazard Analysis Crtical Control Point/HACCP” (Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis). Teknik ini dinilai sangat efektif untuk menjamin mutu khususnya produk pangan di dunia. Penerapan HACCP pada agroindustri pangan relatif lebih mudah dibandingkan pada tahap produksi karena baik manajemen, cakupan usaha maupun tenaga kerja relatif lebih mendukung.
Menurut Wiryanti (2001), penerapan HACCP di Indonesia dilatarbelakangi oleh tiga hal yaitu isu globalisasi, tuntutan konsumen, dan peraturan negara pembeli dan nasional. Oleh karena itu, perlu upaya – upaya dalam sosialisasi dan pengembangan penerapannya khususnya untuk Pempek Lenjer sebagai salah satu produk pangan tradisional.

B.   Tujuan
            Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui titik kritis proses produksi pangan menggunakan metode HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) untuk berbagai proses produksi produk pangan, khususnya pangan tradisional.
C.  Bahan dan Alat
            Bahan yang dipergunakan pada praktikum ini adalah: 1)  terigu, 2) sagu, 3) garam, 4) minyak, 5) ikan, 6) air.
            Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah: 1) baskom, 2) mangkok plastik kecil, 3) sendok, 4) kompor, 5) panci.
D.  Cara Kerja
Cara kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Produk di identifikasi secara menyeluruh meliputi nama produk, komposisi, karakteristik, umur simpan, komsumen, konsumsi, cara pengolahan.
2.      Diverifikasi bagan alir sebagai acuan dalam penetapan langkah – langkah penerapan prinsip HACCP.
3.      Dilaksanakan analisa identifikasi resiko bahaya terhadap produk (dibuat dalam bentuk tabel dan penjelasan).
4.      Diidentifikasi bahaya berdasarkan tiap – tiap proses.
5.      Hasil analisa digunakan untuk ditetapkannya titik kendali kritis.

Prosedur Analisa HACCP dapat dilihat pada uraian di bawah ini :
PROSEDUR ANALISIS HACCP :
(secara sederhana, hanya diaplikasikan untuk praktikum)


1.      Identifikasi produk, meliputi nama, komposisi, karakteristik, umur simpan, cara pengolahan
2.      Penetapan bagan alir
3.      Identifikasi resiko bahaya (lampiran 1)
4.      Identifikasi bahaya (lampiran 2) tetapkan:
a.       jenis bahaya,
b.      sebab bahaya,
c.       bahaya potensial (biologis, kimiawi, atau fisik),
d.      kategori bahaya
-          Food Safety = mikrobia, sepihan kaca, kayu, logam, stapless, rambut dan benda asing, racun alami seperti scrombrotxin, racun buatan seperti oli, minyak, dst dll;
-          Wholesomeness (mutu) = dekomposisi, bagian tubuh serangga, rambut dll;
-           Economic Integrating (penipuan ekonomi) = salah label, ukuran yang tidak sesuai, karakteririk tidak sesuai dengan standar),
e.       Signifikasi bahaya potensial (yes or no)-ditentukan dengan bertanya pada diri anda sendiri dengan didukung fakta ilmiah tentang akibat dari bahaya tersebut bagi pangan dan manusia
f.       Alasan kenapa bahaya tersebut dapat tyimbul,
g.      Upaya mencegah timbulnya bahaya tersebut.
5.      Penetapan titik kendali kritis (lampiran 3)


























Lampiran 1
Kelompok bahaya
Karakteristik bahaya
Bahaya A
Kelompok produk khusus yang terdiri dari produk non steril yang ditujukan untuk konsumen beresiko tinggi seperti bayi, orang sakit, orang tua dsb
Bahaya B
Produk mengandung bahan yang sensitif terhadap bahaya biologis, kimia atau fisik
Bahaya C
Di dalam proses produksi tidak terdapat tahap yang dapat membunuh mikroorganisme berbahaya atau mencegah/menghilangkan bahaya kimia atau fisik
Bahaya D
Produk kemungkinan mengalami pencemaran kembali setelah pengolahan sebelum pengemasan
Bahaya E
Kemungkinan dapat terjadi kontaminasi kembali atau penangan yang salah selama distribusi, penjualan atau penangan oleh konsumen, sehingga produk menjadi berbahaya bila dikonsumsi
Bahaya F
Tidak ada proses pemanasan setelah pengemasan atau waktu dipersiapkan di rumah yang dapat memusnahkan/menghilangkan bahaya biologis atau tidak ada cara bagi konsumen untuk medeteksi, menghilangkan atau menghancurkan bahaya kinia atau fisik.








Lampiran 2

Kategori resiko
Karakteristik bahaya
Keterangan
O
O (Tidak ada bahaya)
Tidak mengandung bahaya A samapai F
I
+
Mengandung satu bahaya B samapai F
II
++
Mengandung dua bahaya B samapai F
III
+++
Mengandung tiga bahaya B samapai F
IV
++++
Mengandung empat bahaya B samapai F
V
+++++
Mengandung lima bahaya B samapai F
VI
A+ (kategori khusus tanpa/dengan bahaya A samapai F
Kategori resiko paling tinggi, semua produk yang mempunyai bahaya A












Lampiran 3











CCP DECISION TREE (DIAGRAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN CCP)
 
 










































CCP untuk bahan mentah














 



























CCP untuk komposisi/formulasi